Sunday 9 April 2017

makalah KERAJAAN DEMAK

Image result for kerajaan demak



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
       Penyebaran agama Islam di Indonesia dimulai dari para bangsa Arab, Cina, dan Persia yang datang ke Indonesia dengan tujuan utamanya untuk berdagang. Dalam perjalanannya menuju Indonesia, para pedagang mengalami banyak proses disetiap daerah, terutama di Pulau Jawa. Agama Islam berangsur-angsur berkembang menjadi agama paling besar di Jawa karena dibeberapa titik temu perdagangan laut Internasional terdapat di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Jadi, penyebaran Islam di Jawa dibawa para pedagang melalui jalur laut. Meluasnya penyebaran agama Islam dengan menyerang dan merebut kekuasaan Kerajaan Majapahit.
       Menjelang akhir abad ke-15  dengan kemuduran Majapahit, secara praktis beberapa wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri. Bahkan wilayah-wilayah yang tersebar atas kadipaten-kadipaten saling serang, saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Runtuhnya Kerajaan Majapahit yang bercorak Hindu di Pulau Jawa berganti dengan berdirinya Kerajaan Demak yang menyebarluaskan agama Islam di Pulau Jawa.
       Menurut tradisi Jawa, Demak sebelumnya merupakan kadipaten dari Kerajaan Majapahit, kemudian muncul sebagai kekuatan baru mewarisi legitimasi dari kebesaran Majapahit. Kerajaan ini tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di Pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya.

B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimanakah awal berdirinya Kerajaan Demak?
2.    Di mana letak Kerajaan Demak?
            3.    Bagaimana kehidupan politik, sosial budaya dan ekonomi Kerajaan Demak?
4.    Bagaimana Kerajaan Demak dapat mengalami Masa Keemasan?
5.    Apa penyebab keruntuhan Kerajaan Demak?



BAB II
PEMBAHASAN
Kondisi Indonesia abad ke 15 merupakan masa transisi Hindu Buddha menuju Islam dengan berakhirnya kerajaan besar nusantara, Majapahit. Masa  tersebut mulai munculnya kerajaan-kerajaan Islam yang menggantikan kerajaan Hindu Buddha. Kerajaan Smudra Pasai menjadi kerajaan muslim pertama di Indonesia. Sedangkan  berdirinya kerajaan Demak di Jawa Tengah menjadi tonggak awal keislaman di pulau Jawa dimulai. Demak membangun kekuatan yang solid dengan rajanya yang pertama yakni Raden Patah. Sebelum beliau menjadi raja Demak pertama, Raden  Patah membina pesantren terlebih dahulu.
       Awal berdirinya Kerajaan Demak ketika berakhirnya Kerajaan Majapahit yang diberi tanda Candra Sengkala: Sirna Ilang Kertaning Bumi, yang berarti tahun saka 1400 atau 1478 M yang disebabkan perang saudara sehingga wilayah kekuasaannya memisahkan diri. Sementara Demak yang berada di wilayah pesisir utara pantai Jawa muncul sebagai kawasan yang mandiri. Dalam tradisi Jawa digambarkan bahwa Demak merupakan penganti langsung dari Kerajaan Majapahit. Kerajaan Islam Demak berdiri pada tahun 1478 M, oleh Raden Fatah.  Dari gelarnya, yaitu raden, dapat diduga ia bertalian darah dengan penguasa lama. Kerajaan Demak terletak didaerah Bintoro atau Gelagahwangi yang sebelumnya merupakan daerah kadipaten dibawah kekuasaan Majapahit.
Memudarnya pengaruh Majapahit menjadikan pengaruh Hindu Buddha surut pula. Saat itu cahaya Islam mulai memancarkan pengaruhnya di Pulau Jawa. Meskipun sejak zaman Kerajaan Sriwijaya para pemeluk agama islam sudah sampai di bumi Nusantara. Saat Kerajaan Majapahit mulai runtuh di pulau Jawa mulai banyak yang telah memeluk agama Rasullulah SAW. Namun tidak sedikit para penganut Hindu dan Buddha yang masih tetap teguh memegang. Mereka yang tidak ingin memeluk agama Islam berlarian menuju tempat yang sukar untuk dijamah. Seperti ke gunung-gunung maupun menyebrang lautan.
  Setelah Kerajaan Majapahit  redup dari panggung sejarah nusantara, kemudian muncul  kerajaan baru, yakni Kasultanan Demak, dengan rajanya bernama Raden Patah dengan gelar Sultan Syah Alam Akbar I. Beliau putra Prabu Brawijaya V, raja Majapahit terakhir dan ibunya adalah seorang putri dari Champa.
Peradaban islam Jawa mulai berkembang lebih pesat dan kuat semenjak berdirinya Kerajaan Demak. Peradaban Hindu Buddha yang masih relevan masih diteruskan. Baru setelah kemenangan politik dan budaya menyebabkan adanya ajaran dan tatanan baru menurut islam mudah diikuti oleh masyarakat di kepulauan Nusantara.
Kerajaan Demak sendiri terletak di pesisir pantai utara Jawa. Saat ini berlokasi di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Kerajaan Demak didukung penuh oleh para wali/ulama yang berjumlah Sembilan atau orang Jawa lebih familiar dengan sebutan Walisanga (dibaca, Walisongo). Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan  Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati. Walisanga pula yang turut serta dalam penyebaran di pulau Jawa khususnya dan nusantara pada umumnya. Mereka menyebarkan islam sebagian besar  menggunakan cara kesenian dan kebudayaan daerah. Di dalam penyebarannya Walisanga juga menyempurnakan bentuk dan lakon wayang agar tidak bertentangan dengan agama islam.
           
DAERAH KEKUASAAN KERAJAAN ISLAM DEMAK
 
Description: wilayah-kerajaan-demak.jpg

Berikut raja-raja yang pernah memerintah di kerajaan Demak:
a.       Raden Patah, bergelar Sultan Syah Alam Akbar I ( 1478-1518)
b.      Pati Unus, bergelar Sultan Syah Alam Akbar II ( 1518-1521)
c.       Sultan Trenggana, bergelar Sultan Syah Alam Akbar III ( 1521-1546)
d.      Sultan Prawata ( 1546-1561)
                   Demak dalam kendali Raden Patah dari tahun 1478-1518 M. Di bawah pemerintahan Raden Patah merupakan tonggak awal babak baru Jawa di bawah ajaran Agama Islam, bahkan masyarakat Jawa sendiri sangat menghormati Raden Patah. Beliau berhasl membuat Kerajaan Demak berkembang pesat dan maju karena memiliki daerah pertanian yang luas sebagai penghasil beras. Selain itu letak Demak yang berada di pesisir utara Jawa menjadikan Demak sebagai salah satu pelabuhan penting. Oleh karena itu, Kerajaan Demak menjadi kerajaan agraris-maritim. Pada masa pemerintahan Raden Patah wilayah kekuasaan Kerajaan Demak meliputi daerah Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Dibangun pula Masjid Agung Demak yang proses pembangunan masjid dibantu oleh  Walisanga.
                   Setelah berakhirnya pemerintahan Raden Patah, tonggak kekuasaan beralih ke tangan Adipati Unus yang merupakan anak sulung dari Raden Patah. Pemerintahan Adipati Unus berlangsung singkat dikarenakan beliau tewas dalam penyerbuan ke Malaka untuk melawan Portugis.
                   Sejak tahun 1509 Adipati Unus anak dari Raden Fatah, telah bersiap untuk menyerang Malaka. Namun pada tahun 1511 telah didahului Portugis tetapi Adipati Unus tidak mengurungkan niatnya.
                   Pada tahun 1512, Demak mengirimkan armada perangnya menuju Malaka. Namun setelah sampai dipantai Malaka, armada Adipati Unus dihujani meriam oleh pasukan portugis yang dibantu oleh menantu Sultan Mahmud, yaitu Sultan Abdullah raja dari Kampar. Serangan kedua dilakukan pada tahun 1521 oleh pangeran Adipati Unus. Tetapi kembali gagal, padahal kapal telah direnovasi dan menyesuaikan medan. Tenggelamnya kapal pembawa makanan membuat armada Pati Unus kesulitan menghadapi Portugis. Sehingga mengalami kegagalan untuk kedua kalinya.
                   Disebabkan Adipati Unus meninggal tanpa meninggalkan seorang anak maka pengganti beliau sebagai Raja Demak adalah saudara beliau, Sultan Trenggana. Sultan Trenggana tidak kalah hebat dari ayahnya maupun saudaranya. Beliau bekerja keras untuk memperluas daerah kekuasaan dan menyebarkan secara luas agama islam. Sultan Trenggana berhasil menaklukan sisa-sisa kerajaan Mataram Kuno di pedalaman Jawa Tengah dan juga Singasari, Jawa Timur sebagian selatan. Namun, Pasuruan dan Panarukan masih tetap bisa bertahan sedangkan Blambangan menjadi bagian dari Kerajaan Bali yang masih tetap Hindu. Pada masa kekuasaan Sultan Trenggana (1521-1546), Demak mencapai masa keemasan dengan luas daerah kekuasaan dari Jawa Barat sampai Jawa timur. Hasil dari pemerintahan Sultan Trenggana adalah Demak memiliki benteng bawahan di barat yaitu di Cirebon.
       Pada tahun 1522 M, Kerajaan Demak mengirim pasukannya ke Jawa Barat dibawah pimpinan Fatahillah. Daerah-daerah yang berhasil dikuasainya antara lain Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Penguasaan terhadap daerah ini bertujuan untuk menggagalkan hubungan antara Portugis dan Kerajaan Padjajaran. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh armada Demak pimpinan Fatahillah di pelabuhan Sunda Kelapa. Dengan kemenangan itu, Fatahillah mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (berarti kemenangan penuh). Peristiwa yang terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M itu kemudian diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta.
                   Dalam usaha memperluas kekuasaannya ke Jawa Timur, Sultan Trenggana memimpin sendiri pasukannya. Satu persatu daerah Jawa Timur berhasil dikuasai, seperti Maduin, Gresik, Tuban dan Malang. Akan tetapi, ketika menyerang Blambangan 1546 M Sultan Trenggana gugur dalam perang. Usahanya untuk memasukan kota pelabuhan yang kafir itu ke wilayahnya dengan kekerasan ternyata gagal. Kegagalan tersebut dikarenakan pertahanan Blmabangan masih cukup kuat dan adanya bantuan Kerajaan Padjajaran membuat Blamangan semakin sulit di taklukkan.        
                   Dengan wafatnya Sultan Trenggana, timbullah perebutan kekuasaan diantara anak-anak Raden Patah. Saudara  Trenggana terbunuh di tepi sungai, maka kemudian ia lebih dikenal dengan Pangeran Seda Lapen. Tetapi anak Trenggana bernama Pangeran Prawata beserta keluarganya dibinasakan oleh anak Pangeran Seda Lapen yang bernama Arya Panangsang.
                   Sultan Trenggana meninggalkan dua orang putra dan empat putri. Anak pertama perempuan dan menikah dengan Pangeran Langgar, anak kedua laki-laki, yaitu sunan prawoto, anak yang ketiga perempuan, menikah dengan pangeran Kalinyamat, anak yang keempat perempuan, menikah dengan pangeran dari Cirebon, anak yang kelima perempuan, menikah dengan Jaka Tingkir, dan anak yang terakhir adalah Pangeran Timur. Arya Penangsang Jipang telah dihasut oleh Sunan Kudus untuk membalas kematian dari ayahnya, Raden Kikin atau Pangeran Sedo Lepen pada saat perebutan kekuasaan. Dengan membunuh Sunan Prawoto, Arya Penangsang bisa menguasai Demak dan bisa menjadi raja Demak yang berdaulat penuh.
                   Pada tahun 1546 setelah wafatnya Sultan Trenggana secara mendadak, anaknya yaitu Sunan Prawoto naik tahta dan menjadi raja ke-4 di Demak. Mendengar hal tersebut Arya Penangsang langsung menggerakan pasukannya untuk menyerang Demak. Pada masa itu posisi Demak sedang kosong armada. Armadanya sedang dikirim ke Indonesia timur. Maka dengan mudahnya Arya Penangsang membumi hanguskan Demak. Yang tersisa hanyalah Masjid Agung Demak dan Klenteng. Dalam pertempuran ini tentara Demak terdesak dan mengungsi ke Semarang, tetapi masih bisa dikejar. Sunan Prawoto gugur dalam pertempuran ini. Dengan gugurnya Sunan Prawoto, belum menyelesaikan masalah keluarga ini. Masih ada seseorang lagi yang kelak akan membawa Demak pindah ke Pajang, Jaka Tingkir. Jaka Tingir adalah anak dari Ki Ageng Pengging bupati di wilayah Majapahit di daerah Surakarta. 
                   Perebutan kekuasaan dalam lingkungan keluarga kerajaan terus berlangsung tetapi akhirnya yang berkuasa adalah Adipati Pajang (sebelah barat daya kota Surakarta sekarang) bernama Hadiwijaya yang waktu mudanya dikenal sebagai Jaka Tingkir. Hadiwiyaja adalah menantu dari Sultan Trenggana. Di dalam pertempurannya dengan Arya Panangsang, Jaka Tingkir berhasil membunuh Arya Penangsang. Dan akhirnya Keraton Demak dialihkan ke Pajang. Dengan situasi tersebut maka habislah riwayat Kerajaan Demak.
                   Masa kejayaan Kerajaan Islam Demak telah selesai setelah menorehkan tinta emas kejayaannya selama sekitar 67 tahun (1482-1549 M).  Meskipun demikian, pengaruh Kerajaan Demak ini sedemikian besar dalam membentuk masyarakat Jawa bahkan Nusantara menjadi umat islam mayoritas dunia hingga awal abad 21 ini.
                   Perkembangan Islam yang pesat di Jawa disebabkan adanya sifat keterbukaan masyarakat Jawa sendiri selain itu dalam masyarakat Jawa sendiri mengalami kebimbangan dalam menentukan ajaran yang akan dianut setelah Majapahit mengalami keruntuhan. Alasan lainnya adalah syarat masuk yang mudah semakin membuat masyarakat Jwa semakin “welcome” terhadap ajaran ini dan pelaksanaan upacara Islam yang tidak membutuhkan biaya banyak membuat orang-orang Jawa yang memeluk ajaran Rasulullah SAW.
                   Selain membentuk masyarakat Jawa dan Nusantara sebagai mayoritas umat Islam, Kerajaan Demak juga memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat Jawa dalam berbagai aspek kehidupannya. Diantaranya adalah aspek ideologi, politik, pemerintahan, hukum, militer, pendidikan pesantren, adat istiadat, kesenian serta berbagai warisan peninggalan yang teramat tinggi nilainya.
                   Di antara pengaruh Kerajaan Demak yang mencolok adalah kehidupan islami dari tradisi para Walisanga yang masih bertahan hingga kini meskipun Kerajaan Demak telah runtuh secara kekuasaan politik. Tradisi kehidupan islami yang masih tersisa berada di bekas wilayah Kerajaan Demak, khususnya di wilayah pesisir utara Pulau Jawa, seperti Banten, Jakarta ( Sunda Kelapa), Cirebon, Tegal, Brebes, Pekalongan, Kendal, Semarang, Demak, Kudus, Pati, Jepara, Juwana, Lasem, Rembang, Tuban, Lamongan, Sidayu, Gresik, dan Surabaya. Kehidupan islami muslimin Jawa masih terpengaruh oleh corak Kerajaan Demak yang murni dan lebih berpegang kepada Alquran dan Assunah daripada kepada kepercayaan mistis, sinkretis, animism, dan dinamisme yang banyak terpengaruh Syiwaisme-Buddha maupun kebatinan kejawen.
                   Berikut peninggalan-peninggalan Kerajaan Islam Demak:
1.      Masjid Agung Demak
       Masjid Agung Demak yang terletak ditengah-tengah Kota Demak juga dikenal dengan nama ”Masjid Wali”, karena masjid ini memang didirikan oleh para wali penyebar Islam di Tanah Jawa.
       Masjid Agung Demak pada bagian dalamnya berukuran luas 31×31 m2. Bagian serambi luasnya berukuran 31×35 m2 dan ketinggian soko gurunya 19,54 m. Di bagian tengahnya ditopang oleh 4 tiang raksasa. Salah satu tiang darinya tidak terbuat dari satu batang kayu utuh, akan tetapi disusun dari beberapa potong kayu jati kecil-kecil yang kemudian diika menjadi satu dan dibentuk seperti yang lainnya.  Tiang ini dikenal dengan nama Soko Tatal.
2.      Soko Tatal
       Soko Tatal adalah tiang besar yang dibuat dari serpihan-serpihan kayu jati yang panjang dan lebarnya tidak sama antara satu dengan yang lain, kemudian ditata rapi sehingga panjangnya mencapai ± 19 m dengan dibalut papan kayu jati melingkar kemudian diikat. Inilah salah satu dari 4 Soko Guru (tiang pokok) yng ada di bangunan utama Masjid Agung Demak. Menurut cerita rakyat, Soko Tatal ini dibuat oleh Sunan Kalijaga
       Apabila diamati secara langsung dari atas (naik atap dalam Masjid), maka Soko Tatal jelas kelihatan terdiri dari potongan-potongan kayu jati, yang boleh jadi tadinya sudah tidak terpakai. Sebab menurut kenyataan, ketiga Soko (tiang) yang lainnya setinggi kira-kira 20 m terdiri dari kayu jati lurus tanpa sambungan. Anehnya dengan satu Soko Tatal dan tiga Soko yang lainnya dapat menyangga atap bangunan yang lebar dan terdiri pula dari kayu-kayu jati besar sepanjang 31 m.
       Setelah Masjid Agung Demak mengalami restorasi terutama yang dilaksanakan pada tahun 1987, maka ke-4 Soko (pilar utama) Masjid itu terlihat bagus dan anggun. Menurut para sesepuh Demak, restorasi itu dimaksudkan untuk menjaga kelestarian seluruh bagian-bagian bangunan Masjid yang penuh dengan nilai sejarah dan budaya bangsa yang sangat tinggi. Oleh karenanya, dalam melakukan restorasi tidak ada perubahan dan tidak ada penambahan bentuk bangunan atau corak arsitekturnya, sehingga masih tetap terjaga keasliannya hingga sekarang.
3.      Pintu Bledeg
       Dulu pada pintu tengah Masjid Agung Demak terdapat gambar dua naga besar. Menurut legenda dan cerita rakyat pintu itulah yang disebut dengan “ Pintu Bledeg” atau pintu petir buatan Kyai Agung Selo. Pintu tersebut kini sudah tidak dipasang dan yang terpasang kini merupakan duplikatnya karena pintu yang asli telah disimpan di Museum Masjid Agung Demak yang berada di sebelah utara Masjid.
4.      Serambi Majapahit
       Salah satu bagian bangunan Masjid Agung Demak yang masih ada sampai sekarang dan terlihat anggun, indah, antik dan unik adalah’ Serambi Majapahit’ yang sekaligus menjadi serambi Masjid Agung Demak. Menurut legenda dan cerita rakyat, konon setelah Majapahit jatuh ke tangan Demak tahun 1518 M, maka Keraton Majapahit kondisinya menjadi terlantar sehingga tidak terawatt. Ada kemungkinan bahwa karena sebelum Majapahit jatuh ke tangan Demak, situasinya selalu dilanda perebutan kekuasaan dari Girindra Wardhana hingga Prabu Udhara. Sehingga para penguasanya tidak sempat merawat secara baik. Itulah yang mendorong Patih Unus memindahkan beberapa pusaka penting Majapahit ke Demak.termasuk 8 tiang pendapa yang kemudian ditempatkan di serambi Masjid Agung Demak dan masih dapat dilihat sampai sekarang.

5.       Museum Masjid Agung Demak
       Selain Masjid Agung Demak, terdapat benda-benda peninggalan sejarah lainnya yang kebanyakan disimpan di Museum Masjid Agung emak. Diantaranya adalah hiasan dinding berupa piring-piring motif Tiongkok, guci asal Tiongkok, Bedug dan Kentongan.
       Keberadaan piring-piring sebanyak 65 buah dengan hiasan motif asal Tiongkok berikut 3 gucinya, semakin memperkuat bukti bahwa hubungan antara Jawa dengan Tiongkok memang sudah terjadi sebelum abad 15 M. Jauh sebelum Laksmana Cheng Ho dan Ma Huan ke Jawa, bahkan sebelum masa pasukan Tartar di bawah perintah Kubilai Khan ke Jawa pada tahun 1293 M dalam hubungan internsional.
       Selain piring-piring berhias motif dan guci asal Tiongkok, di kompleks Masjid Agung Demak juga terapat gambar bulus di Mihrab, 2 lukisan berbahan marmer yang dipasang di atas pintu masuk sebelah dalam. Selain itu, juga terdapat bedug dan kentongan yang dibuat para wali serta sebuah maket Masjid Agung buatan tahun 1845 M.
                  
                   Pada zaman keemasan Kerajaan Demak, banyak kitab yang ditulis. Banyak kitab-kitab yang dipengaruhi agama islam diantaranya: Het Boek van Bonang, Een Javaans Geschrift uit d 16 Eeuw, Suluk Sukarsa, Koja-Kojaan, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang, Serat Nitisruri, Serat Nitipraja,Serat Sewaka, Serat Menak, Serat Rengganis, Serat Manik Maya, Serat Ambiya, dan Serat Kandha.




BAB III
KESIMPULAN

A.      Kesimpulan
       Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Fatah, putra dari Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) dengan seorang putri Campa. Setelah berhasil mengalahkan Majapahit dan memindahkan seluruh perangkat kerajaan ke Demak. Kerajaan Demak terletak didaerah Bintoro atau Gelagahwangi yang sebelumnya merupakan daerah kadipaten dibawah kekuasaan Majapahit. Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama ditanah Jawa dan berkuasa selama hampir setengah abad sebelum runtuh dan berganti nama menjadi Pajang.
       Kerajaan Demak mencapai kejayaan pada masa Sultan Trenggono, kejayaan ini terlihat dari kemajuan di bidang ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan. Di bidang ekonomi, Demak merupakan negara yang menjadi daerah penghasil beras dan penghubung jalur perdagangan nusantara,. Di bidang sosial dan politik, Kerajaan Demak memiliki daerah kekuasaan yang luas dan menjadi pusat penyebaran Islam. Di bidang kebudayaan, Kerajaan Demak menjadi pelopor dari lahirnya karya-karya sastra Jawa yang berakulturasi dengan budaya Islam.
       Kerajaan Demak runtuh akibat perebutan kekuasaan dan pembalasan dendam diantara para penerus kerajaan tersebut, yaitu antara Arya Penangsang, putra Pangeran Sekar Ing Seda Lepen dengan Sunan Prawoto, anak dari Sultan Trenggono.
       Sebuah pelajaran dari sejarah bahwa perebutan kekuasaan dan perpecahan dari dalam akan membahayakan kesatuan dan persatuan. Bangsa Indonesia harus belajar dari sejarah Kerajaan Demak jika tidak ingin hancur, bukan tidak mungkin jika para penguasa negeri ini melakukan kesalahan yang sama maka nasib negeri ini akan seperti Kerajaan Demak.

B.       Saran
       Keterbatasan informasi dan ketelitian penulis dalam menyusun makalah ini, menjadi sebab adanya keurangan-kekurangan yang tidak dapat kami hindari. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi penambahan wawasan bagi para penulis khususnya.



Daftar Pustaka:

Sartono Kartodirdjo, Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notokusumo.1975. Sejarah Nasional Indonesia jilid III. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan:Jakarta

Dr. Purwadi, M.Hum 2007.  Sejarah RAJA-RAJA JAWA Sejarah Kehidupan Kraton dan Perkembangannya di Jawa. Media Abadi: Sleman


Rachmad Abdullah, S.Si., M.Pd. 2015. KERAJAAN ISLAM DEMAK API REVOLUSI ISLAM DI TANAH JAWA (1518-1549 M). Al-Wafi: Sukoharjo  

No comments:

Post a Comment