BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penyebaran agama Islam di Indonesia dimulai dari para bangsa Arab, Cina,
dan Persia yang datang ke Indonesia dengan tujuan utamanya untuk berdagang. Dalam
perjalanannya menuju Indonesia, para pedagang mengalami banyak proses disetiap daerah, terutama di Pulau Jawa. Agama
Islam berangsur-angsur berkembang menjadi agama paling besar di Jawa karena
dibeberapa titik temu perdagangan laut Internasional terdapat di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Jadi, penyebaran Islam di Jawa dibawa para pedagang melalui jalur laut. Meluasnya penyebaran agama Islam dengan menyerang dan merebut kekuasaan Kerajaan
Majapahit.
Menjelang
akhir abad ke-15 dengan kemuduran
Majapahit, secara praktis beberapa wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri.
Bahkan wilayah-wilayah yang tersebar atas kadipaten-kadipaten saling serang,
saling mengklaim sebagai pewaris tahta Majapahit. Runtuhnya Kerajaan Majapahit
yang bercorak Hindu di Pulau Jawa berganti dengan berdirinya Kerajaan Demak
yang menyebarluaskan agama Islam di Pulau Jawa.
Menurut
tradisi Jawa, Demak sebelumnya merupakan kadipaten dari Kerajaan Majapahit,
kemudian muncul sebagai kekuatan baru mewarisi legitimasi dari kebesaran
Majapahit. Kerajaan ini tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di
Pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah awal berdirinya Kerajaan Demak?
2. Di mana letak Kerajaan Demak?
3.
Bagaimana kehidupan politik, sosial budaya dan ekonomi Kerajaan Demak?
4. Bagaimana Kerajaan Demak dapat mengalami Masa Keemasan?
5. Apa penyebab keruntuhan Kerajaan Demak?
BAB II
PEMBAHASAN
Kondisi Indonesia abad ke 15 merupakan masa transisi
Hindu Buddha menuju Islam dengan berakhirnya kerajaan besar nusantara,
Majapahit. Masa tersebut mulai munculnya
kerajaan-kerajaan Islam yang menggantikan kerajaan Hindu Buddha. Kerajaan
Smudra Pasai menjadi kerajaan muslim pertama di Indonesia. Sedangkan berdirinya kerajaan Demak di Jawa Tengah menjadi
tonggak awal keislaman di pulau Jawa dimulai. Demak membangun kekuatan yang
solid dengan rajanya yang pertama yakni Raden Patah. Sebelum beliau menjadi
raja Demak pertama, Raden Patah membina
pesantren terlebih dahulu.
Awal berdirinya Kerajaan Demak ketika berakhirnya Kerajaan Majapahit yang diberi tanda Candra
Sengkala: Sirna Ilang Kertaning Bumi, yang berarti tahun saka 1400
atau 1478 M yang disebabkan perang saudara sehingga wilayah kekuasaannya
memisahkan diri. Sementara Demak yang berada di wilayah pesisir utara pantai Jawa muncul
sebagai kawasan yang mandiri. Dalam tradisi Jawa digambarkan bahwa Demak
merupakan penganti langsung dari Kerajaan Majapahit. Kerajaan Islam Demak berdiri pada tahun 1478 M, oleh Raden Fatah. Dari gelarnya, yaitu raden, dapat diduga ia
bertalian darah dengan penguasa lama. Kerajaan Demak
terletak didaerah Bintoro atau Gelagahwangi yang sebelumnya merupakan daerah
kadipaten dibawah kekuasaan Majapahit.
Memudarnya pengaruh Majapahit menjadikan pengaruh
Hindu Buddha surut pula. Saat itu cahaya Islam mulai memancarkan pengaruhnya di
Pulau Jawa. Meskipun sejak zaman Kerajaan Sriwijaya para pemeluk agama islam
sudah sampai di bumi Nusantara. Saat Kerajaan Majapahit mulai runtuh di pulau
Jawa mulai banyak yang telah memeluk agama Rasullulah SAW. Namun tidak sedikit
para penganut Hindu dan Buddha yang masih tetap teguh memegang. Mereka yang
tidak ingin memeluk agama Islam berlarian menuju tempat yang sukar untuk
dijamah. Seperti ke gunung-gunung maupun menyebrang lautan.
Setelah Kerajaan Majapahit redup dari panggung sejarah nusantara,
kemudian muncul kerajaan baru, yakni
Kasultanan Demak, dengan rajanya bernama Raden Patah dengan gelar Sultan Syah
Alam Akbar I. Beliau putra Prabu Brawijaya V, raja Majapahit terakhir dan
ibunya adalah seorang putri dari Champa.
Peradaban islam Jawa mulai berkembang lebih pesat
dan kuat semenjak berdirinya Kerajaan Demak. Peradaban Hindu Buddha yang masih
relevan masih diteruskan. Baru setelah kemenangan politik dan budaya
menyebabkan adanya ajaran dan tatanan baru menurut islam mudah diikuti oleh
masyarakat di kepulauan Nusantara.
Kerajaan Demak sendiri terletak di pesisir pantai
utara Jawa. Saat ini berlokasi di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Kerajaan Demak
didukung penuh oleh para wali/ulama yang berjumlah Sembilan atau orang Jawa
lebih familiar dengan sebutan Walisanga (dibaca, Walisongo). Mereka adalah
Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan
Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan
Gunung Jati. Walisanga pula yang turut serta dalam penyebaran di pulau Jawa
khususnya dan nusantara pada umumnya. Mereka menyebarkan islam sebagian
besar menggunakan cara kesenian dan
kebudayaan daerah. Di dalam penyebarannya Walisanga juga menyempurnakan bentuk
dan lakon wayang agar tidak bertentangan dengan agama islam.
|

Berikut raja-raja yang pernah memerintah di kerajaan
Demak:
a. Raden
Patah, bergelar Sultan Syah Alam Akbar I ( 1478-1518)
b. Pati
Unus, bergelar Sultan Syah Alam Akbar II ( 1518-1521)
c. Sultan
Trenggana, bergelar Sultan Syah Alam Akbar III ( 1521-1546)
d. Sultan
Prawata ( 1546-1561)
Demak
dalam kendali Raden Patah dari tahun 1478-1518 M. Di bawah pemerintahan Raden
Patah merupakan tonggak awal babak baru Jawa di bawah ajaran Agama Islam,
bahkan masyarakat Jawa sendiri sangat menghormati Raden Patah. Beliau berhasl
membuat Kerajaan Demak berkembang pesat dan maju karena memiliki daerah pertanian
yang luas sebagai penghasil beras. Selain itu letak Demak yang berada di
pesisir utara Jawa menjadikan Demak sebagai salah satu pelabuhan penting. Oleh
karena itu, Kerajaan Demak menjadi kerajaan agraris-maritim. Pada masa
pemerintahan Raden Patah wilayah kekuasaan Kerajaan Demak meliputi daerah
Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan.
Dibangun pula Masjid Agung Demak yang proses pembangunan masjid dibantu oleh Walisanga.
Setelah
berakhirnya pemerintahan Raden Patah, tonggak kekuasaan beralih ke tangan
Adipati Unus yang merupakan anak sulung dari Raden Patah. Pemerintahan Adipati
Unus berlangsung singkat dikarenakan beliau tewas dalam penyerbuan ke Malaka
untuk melawan Portugis.
Sejak
tahun 1509 Adipati Unus anak dari Raden Fatah, telah bersiap untuk menyerang
Malaka. Namun pada tahun 1511 telah didahului Portugis tetapi Adipati Unus
tidak mengurungkan niatnya.
Pada
tahun 1512, Demak mengirimkan armada perangnya menuju Malaka. Namun setelah
sampai dipantai Malaka, armada Adipati Unus dihujani meriam oleh pasukan
portugis yang dibantu oleh menantu Sultan Mahmud, yaitu Sultan Abdullah raja
dari Kampar. Serangan kedua dilakukan pada tahun 1521 oleh pangeran Adipati
Unus. Tetapi kembali gagal, padahal kapal telah direnovasi dan menyesuaikan
medan. Tenggelamnya kapal pembawa makanan membuat armada Pati Unus kesulitan
menghadapi Portugis. Sehingga mengalami kegagalan untuk kedua kalinya.
Disebabkan
Adipati Unus meninggal tanpa meninggalkan seorang anak maka pengganti beliau
sebagai Raja Demak adalah saudara beliau, Sultan Trenggana. Sultan Trenggana
tidak kalah hebat dari ayahnya maupun saudaranya. Beliau bekerja keras untuk
memperluas daerah kekuasaan dan menyebarkan secara luas agama islam. Sultan
Trenggana berhasil menaklukan sisa-sisa kerajaan Mataram Kuno di pedalaman Jawa
Tengah dan juga Singasari, Jawa Timur sebagian selatan. Namun, Pasuruan dan
Panarukan masih tetap bisa bertahan sedangkan Blambangan menjadi bagian dari
Kerajaan Bali yang masih tetap Hindu. Pada masa
kekuasaan Sultan Trenggana (1521-1546), Demak mencapai masa keemasan dengan
luas daerah kekuasaan dari Jawa Barat sampai Jawa timur. Hasil dari
pemerintahan Sultan Trenggana adalah Demak memiliki benteng bawahan di barat
yaitu di Cirebon.
Pada tahun 1522 M, Kerajaan Demak
mengirim pasukannya ke Jawa Barat dibawah pimpinan Fatahillah. Daerah-daerah
yang berhasil dikuasainya antara lain Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon.
Penguasaan terhadap daerah ini bertujuan untuk menggagalkan hubungan antara
Portugis dan Kerajaan Padjajaran. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh armada
Demak pimpinan Fatahillah di pelabuhan Sunda Kelapa. Dengan kemenangan itu,
Fatahillah mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (berarti kemenangan
penuh). Peristiwa yang terjadi pada
tanggal 22 Juni 1527 M itu kemudian diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta.
Dalam
usaha memperluas kekuasaannya ke Jawa Timur, Sultan Trenggana memimpin sendiri
pasukannya. Satu persatu daerah Jawa Timur berhasil dikuasai, seperti Maduin,
Gresik, Tuban dan Malang. Akan tetapi, ketika menyerang Blambangan 1546 M
Sultan Trenggana gugur dalam perang. Usahanya untuk memasukan kota pelabuhan
yang kafir itu ke wilayahnya dengan kekerasan ternyata gagal. Kegagalan
tersebut dikarenakan pertahanan Blmabangan masih cukup kuat dan adanya bantuan
Kerajaan Padjajaran membuat Blamangan semakin sulit di taklukkan.
Dengan
wafatnya Sultan Trenggana, timbullah perebutan kekuasaan diantara anak-anak
Raden Patah. Saudara Trenggana terbunuh
di tepi sungai, maka kemudian ia lebih dikenal dengan Pangeran Seda Lapen.
Tetapi anak Trenggana bernama Pangeran Prawata beserta keluarganya dibinasakan
oleh anak Pangeran Seda Lapen yang bernama Arya Panangsang.
Sultan
Trenggana meninggalkan dua orang putra dan empat putri. Anak pertama perempuan
dan menikah dengan Pangeran Langgar, anak kedua laki-laki, yaitu sunan prawoto,
anak yang ketiga perempuan, menikah dengan pangeran Kalinyamat, anak yang
keempat perempuan, menikah dengan pangeran dari Cirebon, anak yang kelima
perempuan, menikah dengan Jaka Tingkir, dan anak yang terakhir adalah Pangeran
Timur. Arya Penangsang Jipang telah dihasut oleh Sunan Kudus untuk membalas
kematian dari ayahnya, Raden Kikin atau Pangeran Sedo Lepen pada saat perebutan
kekuasaan. Dengan membunuh Sunan Prawoto, Arya Penangsang bisa menguasai Demak
dan bisa menjadi raja Demak yang berdaulat penuh.
Pada tahun 1546 setelah wafatnya Sultan
Trenggana secara mendadak, anaknya yaitu Sunan Prawoto naik tahta dan menjadi
raja ke-4 di Demak. Mendengar hal tersebut Arya Penangsang langsung menggerakan
pasukannya untuk menyerang Demak. Pada masa itu posisi Demak sedang kosong
armada. Armadanya sedang dikirim ke Indonesia timur. Maka dengan mudahnya Arya
Penangsang membumi hanguskan Demak. Yang tersisa hanyalah Masjid Agung Demak
dan Klenteng. Dalam pertempuran ini tentara Demak terdesak dan mengungsi ke
Semarang, tetapi masih bisa dikejar. Sunan Prawoto gugur dalam pertempuran ini.
Dengan gugurnya Sunan Prawoto, belum menyelesaikan masalah keluarga ini. Masih
ada seseorang lagi yang kelak akan membawa Demak pindah ke Pajang, Jaka
Tingkir. Jaka Tingir adalah anak dari Ki Ageng Pengging bupati di wilayah
Majapahit di daerah Surakarta.
Perebutan
kekuasaan dalam lingkungan keluarga kerajaan terus berlangsung tetapi akhirnya
yang berkuasa adalah Adipati Pajang (sebelah barat daya kota Surakarta
sekarang) bernama Hadiwijaya yang waktu mudanya dikenal sebagai Jaka Tingkir.
Hadiwiyaja adalah menantu dari Sultan Trenggana. Di dalam pertempurannya dengan
Arya Panangsang, Jaka Tingkir berhasil membunuh Arya Penangsang. Dan akhirnya
Keraton Demak dialihkan ke Pajang. Dengan situasi tersebut maka habislah
riwayat Kerajaan Demak.
Masa
kejayaan Kerajaan Islam Demak telah selesai setelah menorehkan tinta emas
kejayaannya selama sekitar 67 tahun (1482-1549 M). Meskipun demikian, pengaruh Kerajaan Demak
ini sedemikian besar dalam membentuk masyarakat Jawa bahkan Nusantara menjadi
umat islam mayoritas dunia hingga awal abad 21 ini.
Perkembangan
Islam yang pesat di Jawa disebabkan adanya sifat keterbukaan masyarakat Jawa
sendiri selain itu dalam masyarakat Jawa sendiri mengalami kebimbangan dalam
menentukan ajaran yang akan dianut setelah Majapahit mengalami keruntuhan.
Alasan lainnya adalah syarat masuk yang mudah semakin membuat masyarakat Jwa
semakin “welcome” terhadap ajaran ini dan pelaksanaan upacara Islam yang tidak
membutuhkan biaya banyak membuat orang-orang Jawa yang memeluk ajaran Rasulullah
SAW.
Selain
membentuk masyarakat Jawa dan Nusantara sebagai mayoritas umat Islam, Kerajaan
Demak juga memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat Jawa dalam
berbagai aspek kehidupannya. Diantaranya adalah aspek ideologi, politik, pemerintahan,
hukum, militer, pendidikan pesantren, adat istiadat, kesenian serta berbagai
warisan peninggalan yang teramat tinggi nilainya.
Di
antara pengaruh Kerajaan Demak yang mencolok adalah kehidupan islami dari
tradisi para Walisanga yang masih bertahan hingga kini meskipun Kerajaan Demak
telah runtuh secara kekuasaan politik. Tradisi kehidupan islami yang masih
tersisa berada di bekas wilayah Kerajaan Demak, khususnya di wilayah pesisir
utara Pulau Jawa, seperti Banten, Jakarta ( Sunda Kelapa), Cirebon, Tegal,
Brebes, Pekalongan, Kendal, Semarang, Demak, Kudus, Pati, Jepara, Juwana,
Lasem, Rembang, Tuban, Lamongan, Sidayu, Gresik, dan Surabaya. Kehidupan islami
muslimin Jawa masih terpengaruh oleh corak Kerajaan Demak yang murni dan lebih
berpegang kepada Alquran dan Assunah daripada kepada kepercayaan mistis,
sinkretis, animism, dan dinamisme yang banyak terpengaruh Syiwaisme-Buddha
maupun kebatinan kejawen.
Berikut
peninggalan-peninggalan Kerajaan Islam Demak:
1. Masjid Agung Demak
Masjid
Agung Demak yang terletak ditengah-tengah Kota Demak juga dikenal dengan nama ”Masjid Wali”, karena masjid ini memang
didirikan oleh para wali penyebar Islam di Tanah Jawa.
Masjid
Agung Demak pada bagian dalamnya berukuran luas 31×31 m2. Bagian
serambi luasnya berukuran 31×35 m2 dan ketinggian soko gurunya 19,54
m. Di bagian tengahnya ditopang oleh 4 tiang raksasa. Salah satu tiang darinya
tidak terbuat dari satu batang kayu utuh, akan tetapi disusun dari beberapa
potong kayu jati kecil-kecil yang kemudian diika menjadi satu dan dibentuk
seperti yang lainnya. Tiang ini dikenal
dengan nama Soko Tatal.
2. Soko Tatal
Soko
Tatal adalah tiang besar yang dibuat dari serpihan-serpihan kayu jati yang
panjang dan lebarnya tidak sama antara satu dengan yang lain, kemudian ditata
rapi sehingga panjangnya mencapai ± 19 m dengan dibalut papan kayu jati
melingkar kemudian diikat. Inilah salah satu dari 4 Soko Guru (tiang pokok) yng
ada di bangunan utama Masjid Agung Demak. Menurut cerita rakyat, Soko Tatal ini
dibuat oleh Sunan Kalijaga
Apabila
diamati secara langsung dari atas (naik atap dalam Masjid), maka Soko Tatal
jelas kelihatan terdiri dari potongan-potongan kayu jati, yang boleh jadi
tadinya sudah tidak terpakai. Sebab menurut kenyataan, ketiga Soko (tiang) yang
lainnya setinggi kira-kira 20 m terdiri dari kayu jati lurus tanpa sambungan.
Anehnya dengan satu Soko Tatal dan tiga Soko yang lainnya dapat menyangga atap
bangunan yang lebar dan terdiri pula dari kayu-kayu jati besar sepanjang 31 m.
Setelah
Masjid Agung Demak mengalami restorasi terutama yang dilaksanakan pada tahun
1987, maka ke-4 Soko (pilar utama) Masjid itu terlihat bagus dan anggun.
Menurut para sesepuh Demak, restorasi itu dimaksudkan untuk menjaga kelestarian
seluruh bagian-bagian bangunan Masjid yang penuh dengan nilai sejarah dan
budaya bangsa yang sangat tinggi. Oleh karenanya, dalam melakukan restorasi
tidak ada perubahan dan tidak ada penambahan bentuk bangunan atau corak
arsitekturnya, sehingga masih tetap terjaga keasliannya hingga sekarang.
3. Pintu Bledeg
Dulu
pada pintu tengah Masjid Agung Demak terdapat gambar dua naga besar. Menurut
legenda dan cerita rakyat pintu itulah yang disebut dengan “ Pintu Bledeg” atau
pintu petir buatan Kyai Agung Selo. Pintu tersebut kini sudah tidak dipasang
dan yang terpasang kini merupakan duplikatnya karena pintu yang asli telah
disimpan di Museum Masjid Agung Demak yang berada di sebelah utara Masjid.
4. Serambi Majapahit
Salah
satu bagian bangunan Masjid Agung Demak yang masih ada sampai sekarang dan
terlihat anggun, indah, antik dan unik adalah’ Serambi Majapahit’ yang
sekaligus menjadi serambi Masjid Agung Demak. Menurut legenda dan cerita
rakyat, konon setelah Majapahit jatuh ke tangan Demak tahun 1518 M, maka
Keraton Majapahit kondisinya menjadi terlantar sehingga tidak terawatt. Ada
kemungkinan bahwa karena sebelum Majapahit jatuh ke tangan Demak, situasinya
selalu dilanda perebutan kekuasaan dari Girindra Wardhana hingga Prabu Udhara.
Sehingga para penguasanya tidak sempat merawat secara baik. Itulah yang mendorong
Patih Unus memindahkan beberapa pusaka penting Majapahit ke Demak.termasuk 8
tiang pendapa yang kemudian ditempatkan di serambi Masjid Agung Demak dan masih
dapat dilihat sampai sekarang.
5. Museum Masjid Agung Demak
Selain
Masjid Agung Demak, terdapat benda-benda peninggalan sejarah lainnya yang
kebanyakan disimpan di Museum Masjid Agung emak. Diantaranya adalah hiasan
dinding berupa piring-piring motif Tiongkok, guci asal Tiongkok, Bedug dan
Kentongan.
Keberadaan
piring-piring sebanyak 65 buah dengan hiasan motif asal Tiongkok berikut 3
gucinya, semakin memperkuat bukti bahwa hubungan antara Jawa dengan Tiongkok
memang sudah terjadi sebelum abad 15 M. Jauh sebelum Laksmana Cheng Ho dan Ma
Huan ke Jawa, bahkan sebelum masa pasukan Tartar di bawah perintah Kubilai Khan
ke Jawa pada tahun 1293 M dalam hubungan internsional.
Selain
piring-piring berhias motif dan guci asal Tiongkok, di kompleks Masjid Agung
Demak juga terapat gambar bulus di Mihrab, 2 lukisan berbahan marmer yang
dipasang di atas pintu masuk sebelah dalam. Selain itu, juga terdapat bedug dan
kentongan yang dibuat para wali serta sebuah maket Masjid Agung buatan tahun
1845 M.
Pada
zaman keemasan Kerajaan Demak, banyak kitab yang ditulis. Banyak kitab-kitab
yang dipengaruhi agama islam diantaranya: Het
Boek van Bonang, Een Javaans Geschrift uit d 16 Eeuw, Suluk Sukarsa,
Koja-Kojaan, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang, Serat Nitisruri, Serat
Nitipraja,Serat Sewaka, Serat Menak, Serat Rengganis, Serat Manik Maya, Serat
Ambiya, dan Serat Kandha.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Fatah, putra dari Raja Brawijaya V (Bhre Kertabumi) dengan seorang putri
Campa. Setelah berhasil mengalahkan Majapahit dan memindahkan seluruh perangkat
kerajaan ke Demak. Kerajaan Demak terletak didaerah Bintoro atau Gelagahwangi
yang sebelumnya merupakan daerah kadipaten dibawah kekuasaan Majapahit.
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama ditanah Jawa dan berkuasa
selama hampir setengah abad sebelum runtuh dan berganti nama menjadi Pajang.
Kerajaan Demak
mencapai kejayaan pada masa Sultan Trenggono, kejayaan ini terlihat dari
kemajuan di bidang ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan. Di bidang ekonomi,
Demak merupakan negara yang menjadi daerah penghasil beras dan penghubung jalur
perdagangan nusantara,. Di bidang sosial dan politik, Kerajaan Demak memiliki
daerah kekuasaan yang luas dan menjadi pusat penyebaran Islam. Di bidang
kebudayaan, Kerajaan Demak menjadi pelopor dari lahirnya karya-karya sastra
Jawa yang berakulturasi dengan budaya Islam.
Kerajaan Demak
runtuh akibat perebutan kekuasaan dan pembalasan dendam diantara para penerus
kerajaan tersebut, yaitu antara Arya Penangsang, putra Pangeran Sekar Ing Seda
Lepen dengan Sunan Prawoto, anak dari Sultan Trenggono.
Sebuah pelajaran dari sejarah bahwa perebutan kekuasaan dan perpecahan dari dalam akan membahayakan kesatuan dan persatuan. Bangsa Indonesia harus belajar dari sejarah Kerajaan Demak jika tidak ingin
hancur, bukan tidak mungkin jika para penguasa negeri ini melakukan kesalahan
yang sama maka nasib negeri ini akan seperti Kerajaan Demak.
B.
Saran
Keterbatasan
informasi dan ketelitian penulis dalam menyusun makalah ini, menjadi sebab
adanya keurangan-kekurangan yang tidak dapat kami hindari. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran demi penambahan wawasan bagi para penulis
khususnya.
Daftar Pustaka:
Sartono Kartodirdjo, Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho
Notokusumo.1975. Sejarah Nasional Indonesia jilid III. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan:Jakarta
Dr. Purwadi, M.Hum 2007.
Sejarah RAJA-RAJA JAWA Sejarah Kehidupan Kraton dan Perkembangannya di
Jawa. Media Abadi: Sleman
Rachmad Abdullah, S.Si., M.Pd. 2015. KERAJAAN ISLAM DEMAK
API REVOLUSI ISLAM DI TANAH JAWA (1518-1549 M). Al-Wafi: Sukoharjo
No comments:
Post a Comment